Disamping standar untuk pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan dan
nifas), disini ditambahkan beberapa standar penanganan kegawatan obstetri –
neonatal. Seperti telah dibahas sebelumnya, bidan diharapkan mampu melakukan
penanganan keadaan gawatdarurat obstetri – neonatal tertentu untuk
penyelamatan jiwa ibu dan bayi. Dibawah ini pilih sepuluh keadaan gawatdarurat
obstetri – neonatal yang paling sering terjadi dan menjadi penyebab utama
kematian ibu / bayi baru lahir.
1.
Standar 16 : Penanganan Perdarahan
dalam Kehamilan Pada Trimester III
Pernyataan
Standar :
Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan meerujuknya.
2.
Standar 17 : Penanganan Kegawatan
pada Eklamsia
Pernyataan
Standar :
Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamsia mengancam serta merujuk dan
atau memberikan pertolongan pertama.
3.
Standar 18 : Penanganan Kegawatan
pada Partus Lama / Macet
Pernyataan
Standar :
Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala pertus lama atau macet serta melakukan
penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
4.
Standar 19 : Persalinan dengan
Penggunaan Vakum Ekstraktor
Pernyataan
Standar :
Bidan
mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar dalam
memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan
janin / bayinya.
5.
Standar 20 : Penanganan Retensio
Placenta
Pernyataan
Standar :
Bidan
mampu mengenali retensio placenta, dan memberikan pertolongan pertama termasuk
placenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai dengan kebutuhan.
6.
Standar 21 : Penanganan Perdarahan
Post Partum Primer
Pernyataan
Standar :
Bidan
mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah
persalinan ( perdarahan post partum primer ) dan segera melakukan pertolongan
pertama untuk mengendalikan perdarahan.
7.
Stabdar 22 : Penanganan Perdarahan
Post Partum Sekunder
Pernyataan
Standar :
Bidan
mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan post partum
sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu atau
merujuknya.
8.
Standar 23 : Penanganan Sepsis
Puerperalis
Pernyataan
Standar :
Bidan
mampu mengamati secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta
melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.
9.
Standar 24 : Penanganan Asfiksia
Neonatorum
Pernyataan
Standar :
Bidan
mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan
resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan
memberikan perawatan lanjut.
STANDAR
PENANGANAN KEGAWAT DARURATAN
OBSTETRI
DAN NEONATAL
STANDAR 16 :
PENANGANAN PERDARAHAN DALAM KEHAMILAN PADA TRIMESTER III
Tujuan
:
Mengenali
dan melakukan tindakan secara cepat dan tepat perdarahan dalam trimester III
kehamilan.
Pernyataan
Standar :
Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Hasil
:
Ibu yang mengalami perdarahan pada
trimester III kehamilan segera mendapat pertolongan yang cepat dan tepat.
Kematian ibu atau janin akibat
perdarahan dalam kehamilan dan perdarahan antepartum berkurang.
Meningkatnya pemanfaatan bidan untuk
konsultasi pada keadaan gawat darurat.
Prasyarat
:
1.
Bidan memberikan perawatan antenatal
rutin pada ibu hamil.
2.
Ibu hamil mencari perawat kebidanan
jika komplikasi kehamilan terjadi.
3.
Bidan sudah terlatih dan terampil
untuk :
3.1.
Mengetahui penyebab, mengenai tanda
– tanda dan penanganan perdarahan pada trimester III kehamilan.
3.2.
Pertolongan pertama pada
kegawatdarurat, termasuk pemberian cairan IV.
3.3.
Mengeahui tanda – tanda dan penangan
syok.
4.
Tersedianya alat perlengkapan yang
penting misalnya sabun, air bersih yang mengalir, handuk bersih untuk
mengeringkan tangan, alat suntik steril sekali pakai, jarum IV steril 16 dan 18
G, Ringer Laktat atau NaCl 0,9 %, set infus , 3 pasang sarung tangan bersih.
5.
Penggunaan KMS Ibu Hamil / Kartu Ibu
, Buku KIA.
6.
Sistem rujukan yang efektif,
termasuk bank darah berjalan dengan baik untuk ibu yang mengalami perdarahan
selama kehamilan.
Proses
Bidan
harus :
1.
Cuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah
melakukan kontak dengan pasien. Gunakan sarung tangan bersih kapan pun
menangani benda yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh.
2.
Memeriksakan dan merujuk ibu hamil
yang mengalami perdarahan dari jalan lahir. ( Semua perdarahan yang bukan show,
adalah kelainan ).
3.
Berikan penyuluhan dan nasehat
tentang bahaya perdarahan dari jalan lahir sebelum bayi baru lahir kepada ibu
atau suami / keluarganya pada setiap kunjungan.
4.
Nasehat ibu hamil, suaminya atau
keluarganya untuk memanggil bidan bila terjadi perdarahan atau nyeri hebat di
daerah perut kapanpun dalam kehamilan.
5.
Lakukan penilaian keadaan umum ibu
dan perkirakan usia kehamilannya.
6.
Jangan melakukan periksa dalam.
7.
Rujuk ibu yang mengalami perdarahan
vagina pada trimester III ke Rumah Sakit terdekat
8.
Jika tanda atau gejala syok jelas
terlihat ( lihat kontak berjudul “ Gejala dan tanda Syok “ ) atau jika ibu
mengalami perdarahan hebat, rujuk segera.
9.
Perkirakan seakurat mungkin jumlah
kehilangan darah.
10.
Buat catatan lengkap. Dokumentasi
dengan seksama semua perawatan yang diberikan.
11.
Dampingi ibu hamil yang dirujuk ke
Rumah Sakit dan mintalah keluarga yang akan menyumbangkan darahnya untuk ikut
serta.
12.
Mengikuti langkah – langkah untuk
merujuk.
Gejala
dan Tanda Syok
Nadi lemah dan cepat ( 110 kali /
menit atau lebih ).
Tekanan Darah sangat rendah :
tekanan sistolik < 90 mmHg.
Nafas cepat ( Frekuensi pernafasan
30 kali / menit atau lebih ).
Air seni kurang dari 30 cc / jam.
Bingung, gelisah, atau pingsan.
Berkeringat atau kulit menjadi
dingin dan basah, pucat.
Ingat
Jangan melakukan periksa dalam jika
terjadi perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu.
Rujuk segera, jangan ditunda. Perdarahan
akan semakin banyak atau mungkin terjadi perdarahan yang tidak tampak kedalam
uterus.
Jika syok, maka baringkan ibu pada
sisi kiri tubuhnya dan ganjal kakinya dengan bantal.
Jika terlihat adanya gejala dan
tanda syok berat, berikan cairan secara intravena.
STANDAR 17 :
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA EKLAMSIA.
Tujuan
:
Mengenali
secara dini tanda – tanda dan gejala – gejala preeklamsia berat dan memberikan
perawatan yang tepat dan memadai. Mengambil tindakan yang tepat dan segera
dalam penanganan kegawadaruratan bila eklamsia terjadi.
Pernyataan
Standar :
Bidan
mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala preeklamsia ringan,
preeklamsia berat dan eklamsia. Bidan akan mengambil tindakan yang tepat,
memulai perawatan, merujuk ibu dan / atau melaksanakan penanganan
kegawatdaruratan yang tepat.
Hasil
:
Penurunan kejadian eklamsia.
Ibu hamil yang mengalami preeklamsia
berat dan eklamsia mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
Ibu dengan tanda – tanda preeklamsia
ringan akan mendapatkan perawatan yang tepat waktu dan memadai serta
pemantauan.
Penurunan kesakitan dan kematian
akibat eklamsia.
Prasyarat
:
1.
Kebijakan dan protokol nasional /
setempat yang mendukung bidan memberikan pengobatan awal untuk penatalaksanaan
kegawatdaruratan preeklamsia berat dan eklamsia.
2.
Bidan melakukan perawatan antenatal
rutin kepada ibu hamil termasuk pemantauan rutin tekanan darah.
3.
Bidan secara rutin memantau ibu
dalam proses persalinan dan selama periode postpartum terhadap tanda dan gejala
preeklamsia termasuk pengukuran tekanan darah.
4.
Bidan terlatih dan terampil untuk :
4.1.
Mengenal tanda dan gejala
preeklamsia ringan, preeklamsia berat dan eklamsia.
4.2.
Mendeteksi dan memberikan
pertolongan pertama pada preeklamsia ringan, preeklamsia berat dan eklamsia.
5.
Tersedia perlengkapan penting untuk
memantau tekanan darah dan memberikan cairan IV . Jika mungkin perlengkapan
untuk memantau protein dalam air seni.
6.
Tersedia obat anti hipertensi yang
dibutuhkan untuk kegawatdaruratan misalnya Magnesium Sulfat, Kalsium glukonas.
7.
Adanya sarana pencatatan : KMS Ibu
hamil / Kartu Ibu, Buku KIA dan Partograf.
Proses
Bidan
Harus :
1.
Selalu waspada terhadap gejala dan
tanda preeklamsia ringan. Pantau tekanan darah ibu hamil pada setiap
pemeriksaan antenatal, selama proses persalinan, dan masa nifas.
2.
Selalu waspada terhadap tanda dan
gejala preeklamsia berat.
3.
Catat tekanan darah ibu, segera
periksa adanya gejala dan tanda preeklamsia atau eklamsia. Gejala dan tanda
preeklamsia berat, memerlukan penanganan yang cepat karena besar kemungkinan
terjadi eklamsia. Kecepatan bertindak sangat penting.
4.
Penanganan preeklamsia berat dan
eklamsia sama :
4.1.
Cari pertolongan segera untuk
mengatur rujukan ibu rutin ke rumah sakit. Jelaskan dengan tenang dan
secepatnya kepada ibu, suami dan keluarga tentang apa yang terjadi.
4.2.
Berikan ibu pada posisi miring
kekiri, berikan oksigen (4 – 6 liter / menit) jika ada.
4.3.
Berika IV ringer laktat 500 cc
dengan jarum berlubang besar (16 dan 18 G)
5.
Jika terjadi kejang, baringkan ibu
pada posisi miring ke kiri, di bagian tempat tidur atau lantai yang aman,
mencegah ibu terjatuh, tapi jangan mengikat ibu. Jika ada kesempatan, letakkan
benda yang dibungkus dengan kain lembut diantara gigi ibu. Jangan memaksakan
membuka mulut ibu ketika kejang terjadi. Setelah kejang berlalu, hisap lendir
pada mulut dan tenggorokan ibu bila perlu.
6.
Pantau dengan cermat tanda dan
gejala keracunan MgSO4 sebagai berikut :
Frekuensi pernafasan < 16 kali /
menit.
Pengeluaran air seni < 30 cc /
jam selama 4 jam terakhir.
Jangan
berikan dosis MgSO4 selanjutnya bila ditemukan tanda – tanda dan gejala
keracunan tersebut di atas.
7.
Jika terjadi henti nafas ( apnea )
setelah pemberian MgSO4, berikan Kalsium Glukosa 1 gr (10 cc dalam laruta 10%)
IV perlahan – lahan sampai pernafasan mulai lagi. Lakukan ventilasi ibu dengan
menggunakan ambu bag dan masker.
8.
Bila ibu mengalami koma, pastikan
posisi ibu dibaringkan miring ke kiri dengan kepala sedikit ditengadahkan agar
jalan nafas tetap terbuka.
9.
Catat semua obat yang diberikan,
keadaan ibu, termasuk tekanan darahnya setiap 15 menit.
10.
Bawa segera ibu kerumah sakit
setelah serangan kejang berikutnya. Dampingi ibu dalam perjalanan dan berikan
obat – obatan lagi jika perlu.
FASE KEJANG
PADA EKLAMSIA
Awal : Berlangsung 10 – 20
detik, bola mata berputar – putar membelalak, muka dan otot tangan kejang –
kejang, penurunan kesadaran.
Tonik : Berlangsung 10 – 20 detik,
otot – otot berkontraksi dengan kuat, spasme diafragma, pernafasan berhenti,
mukosa, anggota badan dan bibir menjadi biru, punggung melenting, gigi terkurap
dan mata menonjol.
Klonik : Berlangsung 1 - 2 menit, otot – otot
berkontraksi dengan kuat, air liur berbusa, bernafasan sulit, terjadi aspirasi
air liur, muka tampak sembab, lidah bisa tergigit.
Koma : Berlangsung beberapa menit
sampai berjam – jam, tergantung individu, nafas ngorok dan cepat, muka bengkak,
tidak sianotik. Selanjutnya dapat terjadi kejang, karena itu perlu perawatan
hari – hati dan pemberian obat penenang.
Ingat
Ibu harus belajar mengenali tanda
dan gejala preeklamsia, dan harus dianjurkan untuk mencari perawatan bidan,
puskesmas atau rumah sakit bila mengalami tanda preeklamsia (nyeri kepala
hebat, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, pembengkakan pada wajah).
Memantau dengan cermat tekanan darah
ibu hamil, ibu dalam proses persalinan, dan ibu dalam masa nifas.
Jangan berikan metergin pada ibu
yang tekanan darahnya naik, preeklamsia atau eklamsia.
Beberapa wanita dengan eklamsia
memiliki tekanan darah yang normal. Tangani semua ibu yang mengalami sebagai
ibu dengan eklamsia hingga ditentukan diagnosa lain.
Selalu waspada untuk segera merujuk
ibu yang mengalami preeklamsia.
STANDAR 18 :
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA PARTUS LAMA / MACET
Tujuan
:
Mengetahui
dengan segara dan penanganan yang tepat keadaan darurat pada partus lama/
macet.
Pernyataan
Standar :
Bidan
mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala preeklamsia ringan,
preeklamsia berat dan eklamsia. Bidan akan mengambil tindakan yang tepat,
memulai perawatan, merujuk ibu dan atau melaksanakan penanganan
kegawatdaruratan yang tepat.
Hasil
:
Mengenali secara dini gejala dan
tanda partus lama serta tindakan yang tepat.
Penggunaan partograf secara tepat
dan seksama untuk semua ibu dalam proses persalinan.
Penurunan kematian / kesakitan ibu /
bayi akibat partus lama.
Ibu mendapat perawatan
kegawatdaruratan obstetri yang cepat dan tepat.
Prasyarat
:
1.
Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai
mulas / ketuban pecah.
2.
Bidan sudah dilatih dengan tepat dan
trampil untuk :
2.1.
Menggunakan patograf dan catatan
persalinan.
2.2.
Melakukan periksa dengan secara
baik.
2.3.
Mengenali hal – hal yang menyebabkan
partus lama / macet.
2.4.
Mengidentifikasi presentasi
abdominal (selain verteks / presentasi belakang kepala) dan kehamilan.
2.5.
Penatalaksanaan penting yang tepat
untuk partus lama dan partus macet.
3.
Tersedianya alat untuk pertolongan
persalinan DTT termasuk beberapa pasang sarung tangan dan kateter DT / steril.
4.
Tersedianya perlengkapan untuk
pertolongan persalinan yang bersih dan aman, seperti air bersih yang mengalir,
sabun dan handuk bersih, dua handuk / kain hangat yang bersih (satu untuk
mengeringkan bayi, yang lain untuk dipakai kemudian), pembalut wanita dan
tempat untuk plasenta.
Bidan
menggunakan sarung tangan.
5.
Tersedianya partograf dan
Kartu Ibu, Buku KIA, Patograf digunakan dengan tepat untuk setiap ibu dalam
proses persalinan.
Proses
Bidan harus :
1.
Memantau dan mencatat secara berkala
keadaan ibu dan janin, his dan kemajuan persalinan pada partograf dan catat
persalinan.
2.
Jika terdapat penyimpangan dalam
kemajuan persalianan, maka lakukan palpasi uterus dengan teliti untuk
mendeteksi gejala – gejala dan tanda lingkaran retraksi patologis / lingkaran
Bandl.
3.
Jaga ibu untuk mendapat hidrasi yang
baik selama proses persalinan, anjurkan ibu agar sering minum.
4.
Menganjurkan ibu untuk berjalan –
jalan dan merubah posisi selama proses persalinan dan kelahiran. Jangan biarkan
ibu berbaring telentang selama proses persalinan dan kelahiran.
5.
Mintalah ibu sering buang air kecil
selama proses persalinan. Kandung kemih yang penuh akan memperlambat penurunan
bayi dan membuat ibu tidak nyaman. Pakailah kateter hanya bila ibu tidak bisa
kencing sendiri dan kandung kemih dapat dipalpasi. Hanya gunakan kateter dan
karet.
6.
Amati tanda – tanda partus macet dan
lama dengan melakukan palpasi abdominal, menilai penurunan janin, dan periksa
dalam, menilai penyusupan janin dan pembukaan serviks paling sedikit setiap 4
jam selama fase laten dan aktif persalinan. Catat semua temuan pada partograf.
7.
Selalu amati tanda – tanda gawat ibu
atau gawat janin, rujuk dengan cepat dan tepat jika hal ini terjadi.
8.
Cuci tangan dengan sabun dan air
bersih yang mengalir kemudian keringkan, sebelum dan sesudah melakukan kontak
dengan pasien. Gunakan sarung tangan DTT / steril untuk semua periksa dalam.
Selalu menggunakan teknik aseptik pada saat melakukan periksa dalam. periksa
dengan teliti vagina dan kondisinya (jika vagina panas / gejala infeksi dan
kering / gejala ketuban minimal, maka menunjukkan ibu dalam keadaan bahaya).
Periksa juga letak janin, pembukaan serviks serta apakah serviks tipis, tagang
atau mengalami edema. Coba untuk menentukan posisi dan derajat penurunan
kepala. Jika ada kelainan atau bila garis waspada pada partograf dilewati
persiapkan rujukan yang tepat.
Rujuk dengan tepat untuk fase laten
persalinan yang memanjang (0 – 4 cm) : berlangsur lebih dari 8 jam.
Rujuk dengan tepat untuk fase
aktif persalinan yang memanjang kurang dari 1 cm / jam dan garis waspada pada
partograf telah dilewati.
Rujuk dengan tepat untuk kala II
persalinan yang memanjang :
o 2 jam meneran untuk primipara.
o 1 jam meneran untuk multipara.
9.
Jika ada tanda dan gejala
persalianan macet, gawat janin, atau tanda bahaya pada ibu, maka ibu
dibaringkan miring ke sisi kiri dan berikan cairan IV. Rujuk segara ke rumah
sakit , dampingi ibu untuk menjaga agar keadaan ibu tetap baik. Jelaskan kepada
ibu, suami / keluarganya apa yang terjadi dan mengapa ibu perlu dibawa ke rumah
sakit.
10.
Jika dicurigai adanya ruptura uteri
maka rujuk segera. Berikan antibiotika dan cairan IV, biasanya diberikan
ampisilin 1 gr IM, diikuti pemberian 500 mg setiap 6 jam secara IM, lalu 500 mg
per oral setiap 6 jam setelah bayi lahir.
11.
Bila kondisi ibu / bayi buruk dan
pembukaan serviks sudah lengkap, maka bantu kelahiran bayi dengan ekstraksi
vakum.
12.
Bila keterlambatan terjadi sesudah
kepala lahir :
Lakukan episiotomi.
Dengan ibu dalam posisi berbaring
telentang, minta ibu melipat kedua paha, dan menekuk lutut ke arah dada sedekat
mungkin ( Manuver Mc Robert ).
Gunakan sarung tangan steril / DTT.
Lakukan
tarikan kepala curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan.
Pada saat melakukan tarikan pada
kepala, minta seseorang untuk melakukan tekanan suprapubis kebawa untuk
membantu kelahiran bahu. Jangan pernah melakukan dorongan pada fundus! Pemberian
dorongan pada fundus nantinya akan dapat mempengaruhi bahu lebih jauh dan
menyebabkan ruptura uteri.
Jika bayi tetap tidak lahir :
Dengan menggunakan sarung tangan DTT
/ steril, masukkan satu tangan ke dalam vagina.
Berikan tekanan pada bahu anterior
ke arah sternum bayi untuk mengurangi diameter bahu.
Kemudian jika bahu masih tetap tidak
lahir :
Masukkan satu tangan ke dalam
vagina.
Pasang tulang lengan atas yang
berada pada posisi posterio, lengan fleksi dibagian siku, tempatkan lengan
melintang di dada. Cara ini akan memberikan ruang untuk bahu anterior bergerak
di bawah simfisis pubis.
Mematahkan clavicula hanya dilakukan
jika semua pilihan lain telah gagal.
13.
Isi partograf, Kartu ibu, dan
catatan kemajuan persalinan dengan lengkap dan menyeluruh. Jika ibu dirujuk ke
rumah sakit atau puskesmas kirimkan satu copy partograf ibu dan dokumen lain
bersama ibu.
Gejala
dan Tanda Persalinan Macet
Ibu tampak kelelahan dan lemah.
Kontraksi tidak teratur tetapi kuat.
Dilatasi serviks lambat atau tidak
terjadi.
Tidak terjadi penurunan bagian
terbawah janin, walaupun kontraksi adekuat.
Molding – sutura tumpang tindih dan
tidak dapat diperbaiki ( partograf + + ).
Lingkungan retraksi patologis (
Lingkungan Bandl ) timbul, nyeri di bawah lingkungan Bandl merupakan tanda akan
terjadi ruptura uteri.
Tidak
adanya his dan syok yang tiba – tiba merupakan tanda ruptura uteri :
Tanda
– tanda gawat ibu :
Meningkatnya denyut nadi, denyut
melemah.
Menurunnya tekanan darah.
Nafas cepat dan dangkal atau
pernafasan melambat.
Dehidrasi.
Gelisah.
Kontraksi uterus yang terlalu kuat
atau terlalu sering.
Tanda
gawat janin :
DJJ dibawah 100 kali / menit atau
diatas 180 kali / menit atau DJJ tidak segera kembali normal setelah his (late
decelaration).
Ingat
!
1.
Menggunakan partograf untuk setiap
ibu yang mau bersalin adalah penting untuk mendeteksi komplikasi secara partus
lama atau macet.
2.
Segera merujuk ibu jika dalam proses
persalinan garis waspada dilewati atau jika tanda – tanda gawat ibu / janin.
Prinsip
penatalaksaan partus lama / macet :
1.
Memberikan rehidrasi pada ibu.
2.
Berikan antibiotika.
3.
Rujukan segera.
4.
Bayi harus dilahirkan.
5.
Selalu bertindak aseptik.
6.
Perhatikan perawatan kandung
kencing.
7.
Perawatan nifas yang bermutu.
STANDAR 19 :
PERSALINAN DENGAN MENGGUNAKAN VAKUM EKSTRAKTOR
Tujuan
:
Untuk
mempercepat persalinan pada keadaan tertentu dengan menggunakan vakum
ekstraktor.
Pernyataan
Standar :
Bidan
mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar dalam
memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan
janin / bayinya.
Hasil
:
Penurunan kesakitan / kematian ibu/
bayi akibat persalinan lama. Ibu mendapatkan penanganan darurat obstetri yang
cepat dan tepat.
Extraksi vakum dapat dilakukan
dengan aman.
Prasyarat
:
1.
Kebijakan yang dilakukan untuk
indikasi penggunaan vakum ekstraktor oleh bidan.
2.
Bidan dipanggil jika ibu mulai mulas
/ ketuban pecah.
3.
Bidan berlatih dan terampil dalam
pertolongan persalinan dengan menggunakan ekstraksi vakum.
4.
Tersedianya alat untuk pertolongan
persalinan DTT termasuk beberapa sarung tangan DTT / steril.
5.
Tersedianya alat / perlengkapan yang
diperlukan, seperti sabun, air bersih, handuk bersih.
6.
Vakum ekstraktor dalam keadaan
bersih dan berfungsi dengan baik, mangkuk dan tabung yang akan masuk ke dalam
vagina harus steril.
7.
Peralatan resusitasi bayi baru lahir
harus tersedia dan dalam keadaan baik.
8.
Adanya sarana pencatatan, yaitu
partograf dan catatan persalinan / kartu ibu.
9.
Ibu, suami dan keluarga diberi tahu
tindakan yang akan dilakukan ( Informed Consent atau persetujuan tindakan medik
).
Proses
Semua
pelaksana pelayanan terampil dalam melakukan prosedur ini.
Bidan
harus :
1.
Pastikan bahwa ekstraksi vakum
memang perlu dilakukan, sesuai dengan protokol yang ditentukan.
Indikasi
Penggunaan Vakum Ekstraktor
Bila ada gejala / tanda gawat janin
dan pembukaan serviks lengkap, kepala sudah dasar panggul.
Bila tidak mungkin merujuk dan
adanya gejala / tanda persalinan lama, sementara kepala bayi sudah 2/5 di dalam
panggul.
Bila ada gawat ibu ( misalnya :
preeklamsia berat, persalinan kala dua memanjang ), terpenuhinya persyaratan
penggunaan vakum ekstraktor, dan tidak mungkin dirujuk.
Bila kala dua lama dan janin baru
meninggal ( tidak mungkin dilakukan bila janin sudah mengalami maserasi ).
Operator
haruslah tampil, kompeten dan terlatih dalam prosedur ini.
1.
Siapkan semua peralatan dan hubungan
satu dengan yang lain. Pastikan bahwa tabung vakum terhubung dengan baik dan
katup pengaman berfungsi dengan baik.
2.
Cuci tangan dengan sabun, gunakan
sarung tangan steril / DTT.
3.
Mintalah ibu untuk BAK, jika kandung
kencingnya penuh. Jika tidak bisa lakukan kateterisasi dengan teknik aseptik.
4.
Baringkan ibu pada posisi litotomi.
Bersihkan daerah genital dengan air matang.
5.
Dengan teknik aseptik, lakukan
periksa dalam dengan hati – hati untuk mengukur pembukaan serviks dan menilai
apakah ketuban sudah pecah. Ketuban harus dipecahkan bila belum pecah, sebelum
mangkuk penghisap dipasang. Pastikan bahwa serviks sudah membuka penuh dan
bahwa bayi tidak lebih dari 2/5 di atas simfisis pubis.
6.
Pilih mangkuk penyedot paling besar
yang sesuai dengan ukuran. Tempatkan mangkuk dengan hati – hati di atas kepala
janin. Pastikan bahwa mangkuk tidak di atas sutura atau fontanel.
7.
Periksa pemasangan mangkuk penyedot
untuk memastikan bahwa tidak ada bagian serviks atau dinding vagina yang
terjepit di antara mangkuk dan kepala bayi.
8.
Mulailah menghisap, sesuai dengan
petunjuk penggunaan alat. Naikkan tekanan dengan perlahan, lalu pastikan
mangkok sudah mantap di kepala bayi sebelum mulai menarik.
9.
Periksa kembali apakah dinding
vagina dan serviks bebas dari mangkuk penghisap.
10.
Pada his berikutnya, naikkan hisapan
lebih lanjut. Jangan pernah melebihi tekanan maksimum 600 mmHg.
11.
Lakukan tarikan pelan tapi mantap.
Jaga tarikan pada sudut 90 dari mangkuk penghisap.
12.
Bila pada dua kali tarikan mangkuk
lepas atau bayi belum lahir setelah 30 menit atau 3 kali tarikan tidak terjadi
penurunan kepala, segera dirujuk.
13.
Mintalah ibu meneran bila ada his,
seperti pada persalinan normal.
14.
Periksa detak jantung janin diantara
kontraksi.
15.
Bila his berhenti bidan harus
menghentikan tarikan. Tunggu sampai ada his lagi dan lakukan lagi penarikan
dengan cara seperti di atas.
16.
Jelaskan dengan hati-hati dan ramah
kepada ibu apa yang dilakukan, usahakan agar ia tenang dan bernapas dengan
normal, membantu dengan meneran bila ada his.
17.
Bila kepala sudah turun di perineum,
lakukan tarikan ke arah horizontal lalu ke atas.
18.
Lakukan episiotomi bila dasar
panggul sudah sangat teregang. Jika perlu, episiotomi hanya dilakukan bila
kepala sudah meregangkan perineum.
19.
Bila kepala sudah lahir, pelan-pelan
turunkan tekanan vakum ekstrator, lalu lanjutkan dengan pertolongan persalinan
seperti biasa.
20.
Segera setelah bayi lahir, lakukan
perawatan segera pada bayi baru lahir, mulai resusitasi bayi jika diperlukan.
21.
Setelah bayi lahir dan plasenta
dilahirkan dengan penatalaksanaan aktif kala tiga periksa dengan teliti dinding
vagina terhadap robekan / perlukaan gunakan cahaya lampu yang terang.
22.
Jika perlu, jahit robekan dengan
menggunakan peralatan dan sarung tangan steril / DTT.
23.
Periksa bayi dengan teliti terhadap
luka / trauma akibat mangkuk penghisap, jelaskan pada ibu dan suami /
keluarganya bahwa pembengkakan pada kepala bayi yang ditimbulkan oleh mangkok
adalah normal dan akan menghilang dalam 12 -24 jam.
24.
Perhatikan apakah ibu dapat BAK
dengan normal sesudah melahirkan dan apakah tidak ada kerusakan pada uretra
atau leher kandung kemih.
25.
Jika terjadi retensi urine atau ada
tanda dan gejala terjadinya fistula maka pasang kateter karet dan segera rujuk
ibu ke rumah sakit.
26.
Amati kemungkinan terjadinya
hematoma sesudah persalinan.
27.
Buat pencatatan yang seksama dan
lengkap pada partograf.
Ingat
Jangan gunakan vakum ekstraktor
untuk memutar posisi bayi. Tarikan pertama membantu untuk menemukan arah
tarikan yang tepat.
Jangan teruskan menarik diantara
kontraksi dan meneran.
Jangan teruskan jika tidak ada
penurunan bayi pada setiap tarikan, segera rujuk ibu.
Jangan teruskan jika terjadi gawat
janin, hentikan dan rujuk ibu.
STANDAR 20 :
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN RETENSIO PLASENTA.
Tujuan
:
Mengenali
dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retencio plasenta total /
parsial.
Penyataan
Standar:
Bidan
mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan pertolongan pertama, termasuk
plasenta manual dan penanganan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.
Hasil
:
Penurunan kejadian perdarahan hebat
akibat retensio plasenta.
Ibu dengan retensio plasenta
mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
Penyelamatan ibu dengan retensio
plasenta meningkat.
Prasyarat.
1.
Bidan telah terlatih dan terlampil
dalam :
1.1.
Fisiologi dan manajemen aktif kala
III
1.2.
Pengendalian dan penangan
perdarahan, termasuk pemberian oksitoksika, cairan IV dan plasenta manual.
2.
Tersedianya pralatan dan
perlengkapan penting.
3.
Tersedia obat – obat antibiotik dan
oksitoksika.
4.
Adanya partograf dan catatan
persalianan atau kartu ibu.
5.
Ibu, suami dan keluarga diberitahu
tindakan yang akan dilakukan.
6.
Sistem rujukan yang efektif,
termasuk bank darah berjalan dengan baik, untuk ibu yang mengalami perdarahan
paska persalinan sekunder.
Proses.
1.
Melaksanakan penatalaksanaan aktif
persalinan kala III pada semua ibu yang melahirkan melalui pervagina.
2.
Amati adanya gejala dan tanda
retensio plasenta.
3.
Bila plasenta tidak lahir dalam 15
menit sesudah bayi lahir, ulangi penatalaksanaan aktif persalinan kala III
dengan memberikan oksitoksin 10 IU IM dan teruskan penegangan tali puasat
terkendali dengan hati – hati. Teruskan melakukan penatalaksaan aktif persalinan
kala III 15 menit atau lebih, dan jika placenta masih belum lahir, lakukan
penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya. Jika plasenta masih
tetap belum lahir dan ibu tidak mengalami perdarahan hebat rujuk segera ke
rumah sakit atau ke puskesmas terdekat.
4.
Bila terjadi perdarahan maka
plasenta harus segera dilahirkan secara manual. Bila tidak berhasil rujuk
segera.
5.
Berikan cairan IV : NaCl 0,9 % atau
RL dengan tetesan cepat jarum berlubang besar untuk mengganti cairan yang
hilang sampai nadi dan tekanan darah membaik atau kembali normal.
6.
Siapkan peralatan untuk melakukan
teknik manual, yang harus dilakukan secara septik.
7.
Baringkan ibu telentang dengan
posisi lutut ditekuk dan ke dua kaki di tempat tidur.
8.
Jelaskan pada ibu apa yang akan
dilakukan dan jika ada berikan diazepan 10 mg IM.
9.
Cuci tangan sampai ke bagian siku
dengan sabun, air bersih yang mengalir dan handuk bersih, gunakan sarung tangan
bersih / DTT.
10.
Masukkan tangan kanan dengan hati –
hati. Jaga agar jari – jari tetap rapat dan melengkung mengikuti tali pusat
sampai mencapai placenta.
11.
Ketika tangan kanan sudah mencapai
plasenta, letakkan tangan kiri diatas fundus agar uterus tidak naik. Dengan
tangan kanan yang berada di dalam uterus carilah tepi plasenta yang terlepas,
telapak tangan kanan menghadap ke atas lalu lakukan gerakan mengikis kesamping
untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus.
12.
Bila plasenta sudah terlepas dengan
lengkap, keluarkan plasenta dengan hati – hati dan perlahan.
13.
Bila plasenta sudah lahir, segera
melakukan masase uterus bila tidak ada kontraksi.
14.
Periksa plasenta dan selaputnya.
Jika tak lengkap, periksa lagi cavum uteri dan keluarkan potongan plasenta yang
tertinggal.
15.
Periksa robekan terhadap vagina
jahit robekan bila perlu.
16.
Bersihkan ibu bila merasa nyaman.
17.
Jika tidak yakin placenta sudah
keluar semua atau jika perdarahan tidak terkendali, maka rujuk ibu kerumah
sakit dengan segera.
18.
Buat pencatatan yang akurat.
Ingat
!
Sesudah persalinan dengan tindakan
placenta manual, ibu memerlukan antibiotik berspektrum luas ( ampicilin 1gr
secara IV ) kemudian diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam dan mentronidazol 500
mg per oral setiap 6 jam selama 5 hari.
Lakukan test sensitivitas sebelum
memberikan suntikan ampisilin.
STANDAR 20 :
PENANGANAN PERDARAHAN POST PARTUM PRIMER
Tujuan
:
Mengenali
dan mengambil tindakan pertolongan kegawatdaruratan yang tepat pada ibu yang mengalami
perdarahan post partum primer/atonia uteri.
Pernyataan
standar :
Bidan
mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah
persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan
pertama kegawatdaruratan untuk mengendalikan perdarahan.
Hasil
:
Penurunan kematian dan kesakitan ibu
akibat perdarahan post partum primer.
Meningkatkan pemanfaatan pelayanan
bidan.
Rujukan secara dini untuk ibu yang
mengalami perdarahan post partum primer ke tempat rujukan yang memadai (rumah
sakit atau puskesmas).
Persyaratan
:
1.
Bidan terlatih dan terampil dalam
menangani perdarahan post partun termaksud pemberian obat oksitosin dan cairan
IV, kompresi bimanual dan kompresi aorta.
2.
Tersedia peralatan / perlengkapan
penting yang diperlukan dalam kondisi DTT / steril.
3.
Tersedia obat antibiotika dan
oksitosika serta tempat penyimpanan yang memadai.
4.
Tersedia sarana pencatatan: Kartu
Ibu , partograf.
5.
Tersedia tansportasi untuk merujuk
ibu direncanakan.
6.
Sistem rujukan yang efektif untuk
perawatan kegawatdaruratan obstetri dan fasilitas bank darah berfungsi dengan
baik untuk merawat ibu yang mengalami perdarahan post partum.
Proses
:
Bidan
harus:
1.
Periksa gejala dan tanda perdarahan
post partum primer.
2.
Segera setelah placenta dan selaput
ketuban dilahirkan, lakukan masase uterus supaya berkontraksi, untuk
mengeluarkan gumpalan darah, sambil melakukan masase fundus uteri periksa
plasenta dan selaput ketuban untuk memastikan plasenta utuh dan lengkap.
3.
Selalu mencuci tangan dengan sabun
dan air bersih yang mengalir sebelum memberikan perawatan. Gunakan sarung
tangan DTT / steril untuk semua periksa dalam, dan gunakan sarung tangan bersih
kapanpun menangani benda yang terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh.
4.
Jika perdarahan terus terjadi dan
uterus teraba berkontraksi baik :
4.1
Berikan 10 unit oksitosin IM.
4.2
Jika kandung kemih ibu bisa
dipalpasi, dengan menggunakuan teknik aseptik, pasang kateter ke kandung kemih.
4.3
Periksa laserasi pada perineum,
vagina dan serviks dengan seksama menggunakan lampu yang terang. Jika sumber
perdarahan sudah diidentifikasi, klem dengan forcep arteri dan jahit laserasi
dengan menggunakan anastisi lokal menggunakan teknik aseptik.
5.
Jika uterus mengalami atonia uteri,
atau perdarahan terus terjadi :
5.1
Berikan 10 unit oksitosin IM.
5.2
Lakukan masase uterus untuk
megeluarkan gumpalan darah.Periksa lagi apakah placenta utuh dengan teknik
aseptik, menggunakan sarung tangan DTT / steril, usap vagina dan ostium serviks
untuk menghilangkan jaringan placenta atau selaput ketuban yang tertinggal.
5.3
Jika kandung kemih ibu bisa
dipalpasi, gunakan teknik aseptik untuk memasang kateter kedalam kandung kemih.
5.4
Gunakan sarung tangan DTT / steril,
lakukan kompres bimanual internal maksimal 5 menit atau hingga perdarahan bisa
dikendalikan dan uterus bisa berkontraksi dengan baik.
5.5
Anjurkan keluarga untuk mulai
mempersiapkan kemingkinan rujukan.
5.6
Jika perdarahan dapat dikendalikan
dan uterus dapat berkontraksi dengan baik :
Teruskan kompresi bimanual selama 1
– 2 menit atau lebih.
Keluarkan tangan dari vagina secara
hati – hati.
Pantau kala 4 persalinan dengan
seksama, termasuk sering melakukan masase uterus untuk memerikasa atonia ,
mengamati perdarahan dari vagina, tekanan darah dan nadi.
5.7
Jika perdarahan tidak terkendali dan
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit setelah dimulainya kompresi
bimanual pada uterus.
Instruksikan salah satu anggota
keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal.
Keluarkan tangan dari vagina secara
hati – hati
Jika tidak ada tanda hipertensi pada
ibu, berikan methergin 0,2 mg IM.
Mulai IV Ringer Laktat 500 cc + 20
unit oksitoksin menggunakan jarum berlubang besar (16 atau 18 G) dengan teknik
aseptik.
Berikan 500 cc pertama secepat
mungkin, dan teruskan dengan IV Ringer Laktat + 20 unit oksitoksin yang kedua.
Jika uterus tetap atoni dan / atau
perdarahan terus berlangsung.
Ulangi kompresi bimanual internal.
Jika uterus berkontraksi, lepaskan
tangan anda perlahan – lahan dan pantau kala IV persalinan dengan cermat.
Jika uterus tidak berkontraksi,
rujuk segera ke tempat dimana operasi bisa dilakukan.
Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Teruskan infus IV dengan kecepatan 500 cc / jam hingga ibu mendapatkan total
1,5 liter dan kemudian turunkan kecepatan hingga 125 cc / jam.
6.
Jika ibu menunjukkan tanda dan
gejala syok rujuk segera dan melakukan tindakan berikut ini :
Jika IV belum diberikan, mulai
berikan dengan instruksi seperti tercantum di atas.
Pantauan dengan cemat tanda – tanda
vital ibu, setiap 15 menit pada saat perjalanan ke tempat rujukan.
Berikan ibu dengan posisi miring
agar jalan pernafasan ibu tetap terbuka dan meminimalkan risiko aspirasi jika
ibu muntah.
Selimuti ibu, jaga ibu tetap hangat,
tapi jangan membuat ibu kepanasan.
Jika mungkin, naikkan kakinya untuk
meningkatkan darah yang kembali ke jantung.
7.
Bila perdarahan tetap berlangsung
dan kontraksi uterus tetap tidak ada maka kemungkinan terjadi ruptura uteri.
Hal ini juga memerlukan rujukan segera ke rumah sakit.
8.
Bila kompres bimanual pada uterus
tidak berhasil, cobalah kompresi aorta. Cara ini dilakukan pada keadaan
darurat, sementara penyebab perdatahan sedang dicari.
9.
Perkirakan jumlah darah yang keluar
dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah.
10.
Buat catatan yang seksama tentang
semua penilaian, semua tindakan yang dilakukan dan semua pengobatan yang
diberikan. Termasuk saat pencatatan.
11.
Jika syok tidak dapat diperbaiki,
maka segera rujuk keterlambatan akan berbahaya.
12.
Jika perdarahan berhasil
dikendalikan, ibu harus diamati dengan ketat untuk gejala dan tanda infeksi.
Berikan antibiotika jika terjadi tanda – tanda infeksi.
Gejala
dan Tanda Syok Berat :
Nadi lemah dan cepat ( 110 kali /
menit atau lebih ).
Tekanan darah sangat rendah :
tekanan sistolik < 90mmHg.
Nafas cepat ( Frekuensi pernafasan )
30 kali / menit atau lebih.
Urine kurang dari 30 cc / menit.
Bingung, gelisah, atau pingsan.
Berkeringat atau kulit menjadi
dingin dan basah.
Pucat.
Kompresi
Bimanual Uterus ( dari DAL ) :
1.
Cuci tangan dengan sabun dan air
bersih, lalu keringkan dengan handuk bersih. Gunakan sarung tangan panjang yang
steril / DTT.
2.
Letakkan tangan kiri seperti di atas
(menekan fundus uteri dari luar).
3.
Masukkan tangan kanan dengan hati –
hati ke dalam vagina dan buat kepalan tinju.
4.
Kedua tangan didekatkan dan secara
bersama – sama menekan uterus.
5.
Lakukan tindakan ini sampai
diperoleh pertolongan lebih lanjut, bila diperlukan. Prinsipnya adalah menekan
uterus dengan cara manual agar terjadi hemostasis.
Kompresi
Manual Pada Aorta
Kompresi
manual pada aorta hanya dilakukan pada perdarahan hebat dan jika kompresi luar
serta tidak efektif.
Kompresi manual pada aorta adalah
alternatif untuk kompresi bimanual. Kompresi hanya boleh dilakukan pada keadaan
darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari.
Berikut ini adalah langkah – langkah
kompresi manual pada aorta :
Lakukan tekanan ke arah bawah dengan
kepalan tangan langsung melalui dinding perut atas aorta abdominal.
Titik kompresi adalah tepat diatas
pusar dan sedikit ke arah kiri.
Pulsasi aorta bisa dirasakan dengan
mudah melalui dinding abdominal anterior pada periode pastpartum segera.
Dengan tangan yang lain, palsasi
pulpasi femoralis untuk memeriksa kekuatan kompresi.
Jika pulsasi bisa diraba selama
kompresi, tekanan yang digunakan tidak cukup kuat.
Jika pulsasi fermoralis tidak dapat
dipalpasi, tekanan yang digunakan cukup.
Teruskan kompresi hingga perdarahan
bisa dikendalikan.
Jika kompresi aorta tidak
menghentikan perdarahan, bersiaplah untuk membawa ibu ketempat rujukan dengan
segera.
Ingat
!
Perdarahan sedikit mungkin
menimbulkan syok pada ibu yang menderita anemia berat ibu dapat kehilangan
darah 350 – 560 cc / menit, jika uterusnya tidak berkontraksi setelah kelahiran
plasenta.
Ibu dapat meninggal karena
perdarahan postpartum dalam waktu 1 jam setelah melahirkan. Karena itu
penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama persalinan kala III dan IV
sangat penting.
Perdarahan sedikit demi sedikit dan
terus menerus atau perdarahan tiba – tiba adalah keadaan darurat, lakukan
tindakan secara dini dan proaktif.
Perdarahan postpartum dan episiotomi
atau laserasi mungkin terjadi bersamaan dengan atonia uteri, selain nilai
keduanya bila terjadi perdarahan post partum.
Syok harus segera diatasi dan cairan
yang hilang harus diganti.
Sedapat mungkin ibu dirujuk dengan
anggota keluarganya yang akan menjadi donor darah.
Berikan suplementasi zat besi
setelah perdarahan.
Perdarahan dapat terjadi kapan saja
sesudah bayi lahir.
Ruptur uteri dapat terjadi dalam
persalinan tanpa tampak adanya perdarahan ke luar.
Jangan panik dalam menghadapi
perdarahan postpartum hasil.
STANDAR 21 :
PENANGANAN PERDARAHAN POST PARTUM SEKUNDER
Tujuan
:
Mengenali
gejala dan tanda – tanda perdarahan postpartum sekunder serta melakukan
penanganan yang tepat untuk menyelamatkan jiwa ibu.
Pernyataan
Standar :
Bidan
mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan postpartum
sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu, dan /
atau merujuknya.
Hasil
:
Kematian dan kesakitan ibu akibat
perdarahan postpartum sekunder menurun.
Ibu yang mempunyai risiko mengalami
perdarahan postpartum sekunder ditemukan dini dan segera ditangani secara
memadai.
Prasyarat
:
1.
Sistem yang berjalan dengan baik
agarr ibu dan bayi mendapatkan pelayanan pasca persalinan dari bidan terlatih
sampai dengan 6 minggu setelah persalinan, baik dirumah, dipuskesmas ataupun
dirumah sakit.
2.
Bidan terlatih dan terampil dalam
memberikan perawatan nifas, termasuk pengenalan dan penanganan bila terjadi
perdarahan postpartum sekunder.
3.
Tersedia alat / perlengkapan penting
yang diperlukan seperti sabun bersih, air bersihyang mengalir, handuk bersih
untuk mengeringkan tangan alat suntik steril sekali pakai, set infus dengan
jarum berukuran 16 dan 18 G, beberapa pasang sarung tangan DTT / steril.
4.
Obat – obatan yang penting dan
tersedia : oksitoksika ( oksitoksin, metergine ), cairan IV ( Ringer Laktat )
dan antibiotika. Tempat penyimpanan yang mrsedia.
5.
Adanya pencatatan pelayanan nifas /
Kartu ibu.
6.
Sistem rujukan efektif, termasuk
bank darah yang berfungsi dengan baik untuk ibu degan perdarahan postpartum.
Proses
Bidan
harus :
1.
Periksa gejala dan tanda perdarahan
postpartum sekunder. Perdarahan dari vagina atau lokhia berlebihan pada 24 jam
– 42 hari sesudah persalinan dianggap sebagai perdarahan postpartum sekunder
dan memerlukan pemeriksaan dan pengobatan segera.
2.
Pantau dengan hati – hati ibu yang
berisiko mengalami perdarahan postpartum sekunder paling sedikit selama 10 hari
pertama terhadap tanda – tanda awalnya ibu yang berisiko adalah ibu yang
mengalami :
Kelaian placenta dan selaput ketuban
tidak lengkap.
Persalinan lama.
Ineksia uterus.
Persalinan dengan komplikasi atau
dengan menggunakan alat.
Terbentuknya luka setelah bedah
sesar.
Terbukanya luka setelah episiotomi.
3.
Jika mungkin, mulai berikan Ringer
Laktat IV menggunakan jarum berlubang besar ( 16 atau 18 G ).
4.
Berikan obat – obatan oksitoksika :
oksitoksin 10 IU dalam 500 cc Ringer Laktat, Oksitoksin 10 IU IM atau Metergin
0,2 mg IM ( jangan berikan Metergine jika ibu memiliki tekanan darah yang
tinggi ).
5.
Berikan antibiotika Ampisilin 1 gr
IV, rujuk segera ke rumah sakit atau puskesmas yang memadai.
6.
Bila kondisi ibu buruk, atau ibu
mengalami tanda atau gejala syok, pasang IV untuk menggantikan cairan yang
hilang dan segera rujuk. ( cairan IV dengan tetesan cepat supaya nadi bertambah
kuat, lalu tetesan dipelankan dan diperhatikan terus sampai ibu tiba di rumah
sakit ).
Gejala
dan Tanda Syok
Nadi lemah dan cepat ( 110 / menit
atau lebih ).
Tekanan darah sangat rendah, tekanan
sistolik < 90 mmHg.
Nafas cepat ( Frekuensi pernafasan
30 kali / menit atau lebih ).
Air seni kurang dari 30 cc / jam.
Bingung, gelisa atau pingsan.
Berkeringat atau kulit menjadi
dingin dan basah.
Pucat.
7.
Jelaskan dengan hati – hati kepada
ibu, suami dan keluarganya tentang apa yang terjadi.
8.
Rujuk ibu bersama bayinya ( jika
mungkin ) dan anggota keluarganya yang dapat menjadi donor darah jika
diperlukan kerumah sakit.
9.
Observasi dan catat tanda – tanda
vital secara teratur, catat dengan teliti riwayat perdarahan : kapan mulainya
dan berapa banyak darah yang sudah keluar. ( Hal ini akan menolong dalam mendiagnosis
secara cepat memutuskan tindakan yang tepat ).
10.
Berikan suplemen zat besi dan asam
folat selama 90 hari kepada yang mengalami perdarahan postpartum sekunder ini.
11.
Buat catatan yang akurat.
Ingat
!
Lakukan tes sertivikasi sebelum memberikan
suntikan antibiotika.
Bila terjadi syok, gantikan semua
cairan yang hilang.
Pertolongan persalinan pertama yang
berkualitas dapat mencegah terjadinya perdarahan postpartum sekunder.
Kelahiran placenta dan selaputnya yang
tidak lengkap merupakan penyebab utama perdarahan postpartum sekunder.
Ibu yang mengalami perdarahan post
partum sekunder memerlukan bantuan untuk dapat melanjutkan pemberian ASI, ibu
harus cukup sering menyusui bayinya dan untuk periode yang cukup lama untuk
menjaga persediaan ASI yang cukup.
Ibu dengan perdarahan postpartum
sekunder perlu tambahan zat besi.
STANDAR 23 :
PENANGANAN SEPSIS PUERPURALIS
Tujuan :
Mengenali
tanda – tanda sepsis puerpularis dan mengambil tindakan yang tepat.
Pernyataan
Standar :
Bidan
mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerpularis, melakukan
perawatan dengan segera dan merujuknya.
Hasil
:
Bidan dengan sepsis puerpuralis
mendapat penanganan yang memadai dan tepat waktu. Penurunan kematian dan
kesakitan akibat sepsis puerpuralis.
Meningkatnya pemanfaatan bidan dalam
pelayanan nifas.
Prasyarat
:
1.
Sistem yang berjalan dengan baiik
agar ibu mendapatkan pelayanan pasca persalinan dari bidan terlatih sampai
dengan 6 minggu setelah persalinan, baik dirumah, dipuskesmas ataupun dirumah
sakit.
2.
Bidan berlatih dan terampil dalam
memberikan pelayanan nifas, termasuk penyebab, pencegahhan, pengenalan dan
penanganan dengan tepat sepsis puerpuralis.
3.
Tersedia peralatan / perlengkapan
penting : sabun, air bersih yang mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan
tangan, alat suntik sekali pakai, set infus steril dengan jarum berukuran 16
dan 18 G, sarung tangan bersih DTT / steril.
4.
Tersedia obat – oabatan penting :
cairan infus ( Ringer Laktat ), dan antibiotika. Juga tersedianya tempat
penyimpanan untuk obat – obatan yang memadai.
5.
Adanya sarana pencatatan pelayanan
nifas / Kartu Ibu.
6.
Sistem rujuukan yang efektif,
termasuk bank darah, berjalan dengan baik untuk ibu dengan komplikasi pasca
persalinan.
Proses
:
Bidan
harus :
1.
Amati tanda dan gejala infeksi
puerpuralis yang diagnosa bila 2 atau lebih gejala dibawah ini terjadi sejak
pecahnya selaput ketuban mulai hari ke 2.
2.
Saat memberikan pelayanan nifas
periksa tanda awal / gejala infeksi.
3.
Beri penyuluhan kepada ibu, suami .
keluargany agar waspada terhadap tanda / gejala infeksi, dan agar segera
mencari pertolongan jika memungkinkannya.
4.
Jika diduga sepsis, periksa ibu dari
kepala sampai kaki untuk mencari sumber infeksi.
5.
Jike uterus nyeri, pengecilan uter
lambat, atau terdapat perdarahan pervaginam, mulai berikan infus Ringer Laktat
dengan jarum berlubang besar ( 16 – 18G ), rujuk ibu segera ke RS ( ibu
perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya sisa jaringan placenta ).
6.
Jika kondisinya gawat dan terdapat
tanda / gejala septik syok dan terjadi dehidrasi, beri cairan IV dan
antibiotika sesuai dengan ketentuan. Rujuk ibu ke RS.
7.
Jika hanya sepsis ringan, ibu tidak
terlalu lemah dan sulit merujuk berikan antibiotika.
8.
Pastikan bahwa ibu / bayi dirawat
terpisah / jauh dari anggota keluarga lainnya, sampai infeksi teratasi.
9.
Cuci tangan dengan seksama sebelum
dan sesudah memeriksa inu / bayi.
10.
Alat – alat yang dipakai ibu jangan
dipakai untuk keperluan lain, terutama untuk ibu nifas / bayi lain.
11.
Beri nasehat kepada ibu pentingnya
kebersihan diri, penggunaan pembalut sendiri dan membuangnya dengan hati –
hati.
12.
Tekankan pada anggota keluarga
tentang pentingnya istirahat, gizi baik dan banyak minum bagi ibu.
13.
Motivasi ibu untuk tetap memberikan
AS.
14.
Lakukan semua Pencatatan dengan
seksama.
15.
Amati ibu dengan seksama dan jika
kondisinya tidak membaik dalam 24 jam, segera rujuk ke RS.
16.
Jika syok terjadi ikuti langkah –
langkah penatakasaan syok yang didiskusikan di satandar 21.
Ingat
!
Lakukan tes sensitivitas sebelum
memberikan suntikan antibiotika.
Semua ibu nifas berisiko terkena
infeksi, dan ibu yang telah melahirkan bayi dalam keadaan mati, persalinan yang
memanjang, pecahnya selaput ketuban yang lama mempunyai risiko yang lebih
tinggi.
Kebersihan dan cuci tangan sangatlah
penting, baik untuk pencegahan maupun penanganan sepsis.
Infeksi bisa menyebabkan perdarahan
postpartum sekunder.
Keadaan ibu akan semakin memburuk
jika antibiotika tidak diberikan secara dini dan memadai.
Ibu dengan sepsis puerpuralis perlu
dukungan moril, karena keadaan umumnya dapat menyebabkannya menjadi sangat
letih dan depresi.
STANDAR 24 :
PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM
Tujuan
:
Mengenal
dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum, mengambil tindakan
yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang
mengalami asfiksia neonatorum.
Pernyataan
Standar :
Bidan
mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan afiksia, serta melakukan tindakan
secepatnya, memulai resusitasi bayi baru lahir, mengusahakan bantuan medis yang
diperlukan merujuk bayi baru lahir dengan tepat, dan memberikan perawatan
lanjutan yang tepat.
Hasil
:
Penurunan kematian bayi akibat
asfiksia neonatorum. Penurunan kesakitan akibat asfiksia neonatorum.
Meningkatnya pemanfaatan bidan.
Prasyarat
:
1.
Bidan sudah dilatih dengan tepat
untuk mendampingi persalinan dan memberikan perawatan bayi baru lahir dengan
segera.
2.
Ibu, suami dan keluarganya mencari
pelayanan kebidanan untuk kelahitan bayi mereka.
3.
Bidan terlatih dan terampil untuk :
Memulai pernafasan pada bayi baru
lahir.
Menilai pernafasan yang cukup pada
bayi baru lahir dan mengidentifikasi bayi baru lahir yang memerlukan
resusitasi.
Menggunakan skor APGAR.
Melakukan resusitasi pada bayi baru
lahir.
4.
Tersedianya ruang hangat, bersih,
dan bebas asap untuk persalinan.
5. Adanya perlengkapan dan peralatan
untuk perawatan yang bersih dan aman bagi bayi baru lahir, seperti air bersih,
sabun dan handuk bersih, sabun dan handuk bersih, dua handuk / kain hangat yang
bersih ( satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk menyelimuti bayi ),
sarung tangan bersih dan DTT, termometer bersih / DTT dan jam.
6. Tersedia alat resusitasi dalam
keadaan baik termasuk ambubag bersih dalam keadaan berfungsi baik, masker DTT (
ukuran 0 - 1 ), bola karet penghisap atau penghisap DeLee steril / DTT.
7. Kartu ibu, kartu bayi dan patograf.
8. Sistem rujukan untuk perawatan
kegawatdaruratan bayi baru lahir yang efektif.
Proses
:
Bidan
harus :
1.
Selalu cuci tangan dan gunakan
tangan bersih / DTT sebelum menangani bayi baru lahir. Ikuti praktek pencegahan
infeksi yang baik pada saat merawat dan melakukan resusitasi pada bayi baru
lahir.
2.
Ikuti langkah pada standar 13 untuk
perawatan segera bayi baru lahir.
3.
Selalu waspada untuk melakukan
resusitasi bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi, siapkan semua peralatan
yang diperlukan dalam keadaan bersih, tersedia dan berfungsi dengan baik.
4.
Sagera setelah bayi lahir, nilai
keadaan bayi, letakkan di perut ibu dan segera keringkan bayi dengan handuk
bersih yang hangat. Setelah bayi kering, selimuti bayi termasuk bagian
kepalanya dengan handuk baru yang bersih dan hangat.
5.
Nilai bayi dengan cepat untuk
memastikan bahwa bayi bernafas / menangis sebelum menit pertama nilai APGAR,
jika bayi tidak menangis dengan keras, bernafas dengan lemah atau bernafas
cepat dangkal, pucat atau biru dan / atau lemas.
Baringkan terlentang dengan benar
pada permukaan yang datar, kepala sedikit ditengadahkan agar jalan nafas
terbuka. Bayi harus tetap diselimuti ! Hal ini penting sekali untuk hipotermi
pada bayi baru lahir.
Hisap mulut dan kemudian hidung bayi
dengan lembut dengan karet penghisap DTT atau penghisap DeLee DTT / steril.
Berikan stimulasi taktil dengan
lembut pada bayi. Nilai ulang keadaan bayi. Jika bayi mulai menangis atau
bernafas dengan normal, tidak diperlukan tindakan lanjutan. Lanjutkan dengan
perawatan bagi bayi baru lahir yang normal bayi tetap tidak bernafas dengan
normal atau menangis, teruskan dengan ventilasi.
6.
Melakuan ventilasi pada bayi baru
lahir :
Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu
hentikan, nilai dengan cepat apakah bayi bernafas spontan dan tidak ada
pelekukan dada atau dengkuran, tidak diperlukan resusitasi lebih lanjut.
Teruskan dengan langkah awal perawatan bayi baru lahir.
7.
Lanjutkan ventilasi sampai tiba di
tempat rujukan, atau sampai keadaan bayi membaik atau selama 30 menit.
8.
Kompresi dada :
Jika memungkinkan, dua tenaga
kesehatan diperlukan untuk melakukan ventilasi dan kompresi dada.
Kebanyakan bayi akan membaik hanya
dengan ventilasi.
Jika ada daua tenaga kesehatan
terampil dan pernafaasan bayi lemah atau kurang dari 30 kali / menit dan detak
jantung kurang dari 60 kali / menit setelah ventilasi selama 1 menit, tenaga
kesehatan yang kedua dapat mulai melakukan kompresi dada dengan keceepatan 3
kompresi dada berbanding 1 ventilasi.
Harus berhati – hati pada saat melakukan
kompresi dada, tulang rusuk bayi masih peka dan mudah patah, jantung dan paru –
paru nya mudah terluka.
Lakukan tekanan pada jantung dengan
cara meletakkan kedua jari tepat dibawah garis puting bayi di tengah dada ).
Dengan jari – jari lurus, tekan dada sedalam 1 – 1,5 cm.
9.
Setelah bayi bernafas dengan normal,
periksa sushu, jika dibawah 365 0C, atau punggung sangat
hangat, lakukan penghangatan yang memadai, ikuti standar 13.
10.
Perhatikan warna kulit bayi,
pernafasan, dan nadi bayi selama 2 jam. Ukur suhu tubuh bayi setiap jam hingga
normal ( 36 5 -37 5 0 C ).
11.
Jika kondisinya memburuk, rujuk ke
fasilitas rujukan terdekat, dengan tetap melakukan penghangatan.
12.
Pastikan pemantauan yang sering pada
bayi selama 24 jam selanjutnya. Jika tanda – tanda kesulitan bernafas kembali
terjasi, persiapkan untuk membawa bayi segera ke rumah sakit yang paling tepat.
13.
Ajarkan pada ibu, suami /
keluarganya tentang bahaya dan tanda – tanda nya pada bayi baru lahir. Anjurkan
ibu, suami / keluarganya agar memperhatikan bayinya dengan baik – baik. Jika
ada tanda – tanda sakit atau kejang, bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit
atau menghubungi bidan secepatnya.
14.
Catat dengan seksama semua perawatan
yang diberikan.
Riset
membuktikan :
Hipotermi dapat memperburuk
asfiksia.
Bayi jangan dujungkir, karena dapat
mengakibatkan perdarahan otak hebat.
Bayi tidak perlu diperlakukan secara
kasar atau ditepuk telapak kakinya untuk merangsang pernafasan.
Tindakan
yang tidak dianjurkan dan akibat yang ditimbulkannya :
Tindakan
:
Menepuk bokong.
Menekan rongga dada.
Menekan paha ke perut bayi.
Mendilatasi sfingterani.
Kompres dingin / panas.
Meniupkan oksigen atau udara dengan
ke muka atau tubuh bayi.
Akibat
:
Trauma dan melukai.
Faraktur, pnemotoraks, gawat nafas,
kematian.
Ruptura hati / limpa, perdarahan.
Robekan atau luka pada sfingter.
Hipotermi, luka bakar.
Hipotermi.
Prinsip
– prinsip Resusitasi :
Airway / saluran nafas :
Bersihkan
jalan nafas dahulu.
Breath / nafas :
Lekukan
bantuan pernafasan sederhana. Kebanyakan bayi akan membaik hanya dengan
ventilasi.
Circulation / sirkulasi :
Jika
tidak ada / nadi dibawah 60, lakukan pijatan jantung, dua tenaga kesehatan
terampil diperlukan untuk melakukan terampil diperlukan untuk melakukan
kompresi dada dan ventilasi.
Ingat
!
Jangan lupa keadaan ibu.
Selalu siap untuk melakukan
resusitasi, tidak mungkin memperkirakan kapan tindakan tersebut dilakukan.
Nilai pernafasan setiap bayi baru
lahir segera setelah pengeringan dan sebelum menit pertama nilai APGAR.
Klem dan potong tali pusat dengan
cepat.
Jaga bayi tetap hangat selama dan
sesudah resusitasi.
Buka jalan nafas, betulkan letak
kepala bayi dan lakukan penghisapan pada mulut, baru kemudian hidung.
Ventilasi dengan kentungan yang bisa
mengembang sendiri dan masker yang lembut atau sungkup, gunakan ukuran masker
yang sesuai.